Kamis, 30 Desember 2010

KB Ditengah Gempitanya Perubahan

     Ditengah hiruk pikuknya angin perubahan berhembus, berbagai pandangan muncul ke permukaan sebagai reaksi dari perubahan tersebut. Ada yang menyambut positif, namun ada juga yang menentangnya. Ada yang cepat melakukan perubahan, namun tidak sedikit yang hanya berdiam diri saja. Semua berjalan dengan keyakinan masing-masing. Berusaha memberikan yang terbaik bai kehidupannya. Benar idaknya langkah yang diayunkan itu, waktulah yang akan menjawab. Dunia terus berputar, proses pembangunanpun semakin kencang melaju. Siapa yang berdiam diri saja, pasti akan tergilas oleh derap laju pembangunan. Seorang pakar manajemen mengatakan; “Suatu hal yang paling berbahaya dalam mengelola organisasi saat ini, bukan karena adanya turbulensi. Tetapi organisasi itu sendiri tidak mau membuat perubahan menjadi suatu kekuatan dan peluang.” Lingkungan yang dinamis, menuntut organisasi untuk mampu melakukan penyesuaian dari perubahan. Bagaimana mungkin suatu organisasi bisa tegak berdiri di tengah badai perubahan. Sementara yang lain berlari kencang menuju perubahan
     Perubahan secara berkesinambungan dan konsisten adalah upaya bijak untuk menjawab perubahan itu sendiri. Peradaban manusia sudah bergeser, manusia menuntut yang lebih baik dari kualitas hidupnya. Hidup serta instan di alam yang transparan penuh tantangan. Era teknologi informasi, menyingkirkan penyekat-penyekat yang ada. Secanggih apapun tirai dipasang tidak mampu menahan perubahan itu. Derasnya arus perubahan yang melanda berbagai belahan dunia, hinggap juga di negeri ini. Pada kondisi demikianla kita berada sekarang. Pertanyaannya adalah bagaimana kita mampu membaca perubahan zaman secara bijak? Dari kehidupan berbasis pertanian, berubah menjadi kehidupan berbasis industry. Dan saat ini, kehidupan berbasis informasi dan ilmu pengetahuan. Mengutip pendapat Igor Ansoff (Implanting Strategic Manajemen), ada lima tahapan kehidupan yang bersifat unik yaitu (i) repetitive (pengulangan), (ii) expanding (berkembang), (iii) changing (berubah ubah), (iv) discountinous (terputus-putus), dan (v) supriseful (kejutan). Indonesia memasuki tahapan keempat dan kelima. Sehingga berbagai proyeksi pembangunan semakin sulit diterjemahkan, mengingat perubahan eksternal tidak bisa diduga.
     Menghadapi perubahan yang demikian cepat dan bersifat tidak pasti (uncertainty), sulit dikendalikan (uncontrollable), serta sulit diprediksi (unpredictable), salah satu yang sangat strategis adalah memperkuat kemampuan manajemen internal terus menerus, guna menghadapi perubahan yang cepat. Para furulogists berpendapat ada beberapa factor yang dijadikan pemicu dari perubahan tersebut yaitu ; 1. konfigurasi sumber daya manusia, 2. Terobosan dan temuan di bidang teknologi, 3. Arah perkembangan ekonomi yang sulit ditebak, 4. Tingkat persaingan di segala lini semakin ketat, 5. Gejala social menyeruak ke depan, 6. Terjadi pergeseran nilai dan etika, 7. Politik mengambil peran besar. Ketujuh aspek inilah yang terus menekan proses perubahan di segala lini kehidupan sekarang. Tanpa memberikan ruang gerak untuk berkelit. Konfigurasi sumber daya manusia secara kualitas dan kuantitas berkembang. Teknologi membantu manusia untuk bergerak semakin cepat. Strategi ekonomi yang rumit dan berfluktuasi terus menerjang. Persaingan semakin tidak terbentung. Dinamika dan konflik social merebak di mana mana. Nilai dan etika serta agama mulai ditinggalkan, logica muncul ke depan. Politik menjadi panglima akhir akir ini. Bagaimana kita mengemasnya secara cerdas sehingga semuanya menjadi peluang untuk maju.
     BKKBN merupakan salah satu lemaga milik pemerintah, saat ini cenderung berada “disimpang jalan”. Dengan segudang tugas mulia untuk menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk, menjadi gamang dalam era otonomi daerah. Ujung tombak program yang berada di tingkat desa, secara structural bukan wilayah wewenangnya lagi. Bahkan BKKBN tingkat propinsipun tidak punya hak untuk itu. Desa bertanggung jawab ke kecamatgan, tanggung jawab program bermuara di kabupaten/kota. Inilah konsekwensi logis pelaksanaan dari otonomi daerah. Pada awalnya memang terjadi ‘gegar budaya’ di lingkungan kabupaten/kota dan juga di lingkungan BKKBN sendiri.
     Secara psikologis pun terjadi penolakan-penolakan, karena berbeda dari kebiasaan. Sangat manusiawi hal itu terjadi, bahkan untuk semua departemen/instansi apabila kewenangannya dikurangi, terjadi ‘gegar budaya’. Waktu akhirnya dengan cepat program berjalan kembali, karena mekanisme kerja pada tataran lapangan selama ini cukup padu. Persoalan lain muncul, bagaimana mengkoordinasikan kegiatan tersebut? Seberapa jauh wewenang BKKBN untuk menerapkan program, atau menerima laporan dari tingkat kabupaten? Tidak sedikit kita dengar paket-paket yang ingin diluncurkan propinsi atau pusat, berseberangan dengan pola kabupaten. Bagaimana menjembatani ini semuanya? Dengan mata telanjang terasa bagaimana akrobatik ‘raja-raja kecil’ di daerah menunjukkan gigi? Kalaupun bisa dijembatani, tidak dipungkiri energy serta biaya yang dikeluarkan relative banyak. Saat ini, gejala tersebut sudah terasa dan kelihatan ekses dari menterjemahkan otonomi daerah yang salah kaprah dan arogan.
     Kewenangan BKKBN kian tergerus dari hari ke hari. Apakah ini ‘roh’ dari pelembagaan program, dalam bentuk pengalihan program kepada masyarakat? Mulai ujung tombaknya di tingkat desa diambil oleh kabupaten/kota, kini di tingkat propinsi ada lembaga yang menangani hal serupa, propinsi Jawa Barat sudah memproklamirkan Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB. Komposisi kepemimpinan di badan ini lebih banyak urusan perempuannya, dibanding dengan KB. Apakah merupakan repleksi KB tidak begitu strategis di Jabar? Atau persoalan KB sebagian ditangani oleh BKKBN Jabar. Namun apapun itu, inilah dinamika dari suatu perubahan yang cepat. Kalau tidak diantisipasi kita akan ketinggal. Pada tataran kabupaten/kota, ada sedikit ‘kegamangan’ dengan hadirnya lembaga baru, karena ditingkat propinsi ada dua ‘dunungan’. Suatu hari ketika aparat kabupaten bertanya, apakah laporan harus diberikan kepada dua-dunya? Satu untuk BKKBN Jabar dan satu lagi untuk Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB? Tugas paling mendesar adalah duduk bersama melakukan sosialisasi dengan kehadiran badan baru di tingkat propinsi. Mana wilayah BPPKB dan mana wilayah BKKBN. Semuanya penting agar tidak terjadi tumpang tindih, hingga menghasilkan cost yang besar. Saudara tua dan saudara muda itu, sepertinya dikejar waktu untuk terus berdiskusi, di damping Bappeda Jabar. Jangan diam saja, saling ngintip atau menunggu siapa yang akan memulai. Tidak ada waktu lagi untuk berdiam diri, apakah konsepnya sudah muncul? Siapa berbuat apa? Kalaupun selama ini ada komunikasi antara keduanya, apakah sudah intens dan masuk pada issue yang paling mendasar? Atau hanya sekedar basa basi semata?Pada hakikatnya tujuan perubahan suatu lembaga atau institusi dapat dijabarkan antara lain; perubahan yang mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungannya. Perubahan itu merupakan perubahan prilaku karyawannya. Apabila memang perubahan dalam suatu organisasi merupakan kebutuhan dan tuntutan, maka perubahan yang benar adalah apabila perubahan tersebut dilaksanakan secara terencana dan sistematis. Bukan perubahan yang terjadi secara kebetulan. Perubahan direncanakan secara sistematis dan terencana, diharapkan tujuan yang tertuang pada visi dan misi dapat tercapai. Tidak gampang melakukan suatu perubahan, apakah itu perubahan organisasi, ataupun prilaku karyawannya. Apalagi perubahan dilakukan kepada organisasi dan karyawan, karena keduanya bersinggungan.
     Ditilik lebih dalam, pada hakekatnya manusia cenderung menolak perubahan sepanjang perubahan tersebut tidak menguntungkan bagi dirinya. Syahwat manusia ingin ‘untung sendiri’, bisa terjadi pada setiap tingkatan organisasi. Dari pucuk pimpinan tertinggi, hingga yang terencah sekalipun cenderung menolah perubahan. Tetapi apabila perubahan itu menguntungkan dirinya, maka ia adala orang yang terdepan menerima perubahan tersebut. Dalam konteks perubahan, sebenarnya perubahan akan bisa berjalan dengan baik apabila terjadi komitmen dari seluruh tingkatan manajemen. Sedangkan kendala yang paling berat, apabila di setiap tingkatan sulit menerima perubahan itu sebagai tantangan. Disinilah peran perencana pembangunan ditantang agar mengeluarkan konsep yang tepat dan sesuai dengan zamanny. Bukankah kita tidak mengingkan terjadi ‘baby boom’ kedua?
     Mengamati perkembangan kelembagaan dan kewenangan BKKBN pada decade terakhir ini, berjalan sangat cepat. Ada beberapa hal yang menanti di sana. Bila tidak berubah kelembagaan BKKBN di tingkat propinsi, maka yang perlu dipikirkan adalah strategi dan orientasi program berubah sesuai dengan perkembangan. Tidak ada ‘protap’ abadi dalam dunia yang terus berubah. Seandainya program dan strategi diluncurkan tetap ‘kaku’ tidak punya daya dobrak yang lebih signifikan, BKKBN akan ditertawakan dan ditinggalkan. Bisa jadi lembaga lain sudah cukup familier dengan program, mengingat program KB relative lama. BKKBN harus mempunyai konsep ‘menggandeng’ secara maksimal instansi, LSM dan lembaga lainnya. Kualitas data yang dimunculkan bukan hanya data base yang statis. BKKBN harus mempunyai data base yang dinamis, di mana tergambarkan dinamika social yang sedang terjadi di masyarakat. Bila BKKBN hanya mempunyai data base statis, apa bedanya BKKBN dengan lembaga lain yang memunculkan data.    Paling angkanya saja yang berbeda. BKKBN harus bisa merekomendasikan, kenapa angka jadi begini dan bagaimana mengatasi perubahan itu. Kalau BKKBN sudah berani masuk di wilayah demikian, sudah pasti BKKBN akan terus dijadikan referensi valid bagi pembangunan yang berkelanjutan. Di sini dituntut kemampuan analisis yang dimiliki oleh elite BKKBN, tentang permasalahan KB dan kependudukan.
     Perubahan yang cepat membuat kinerja BKKBN penuh talenta. Gaya komunikasi, pola-pola kerjasama, strategi mensukseskan program, disesuaikan dengan dinamika perubahan. Konsep program yang dinamis tidak bisa menanti, karena perubahan sudah terjadi. Elita BKKBN diharapkan bisa arif membaca perubahan ini. Bagaimana pun juga, pendekar-pendekar KB tetap merupakan pahlawan pembangunan. Siapapun dan struktur apapun di mana ia bekerja. Lelah memang untuk mengurus program. Tetapi itulah kehidupan yang terus berubah. Penulis teringat ucapan seorang sufi besar ; “Kehidupan tasawuf membiarkan tanganmu sibuk mengurusi dunia dan membiarkan hatimu sibuk mengingat Alloh SWT. Begitulah hendaknya kinerja para pendekar KB. Semoga Amin.*
(Soeroso Dasar, Program KB di Tengah Gempitanya Perubahan; ‘Bunga Rampai’)

Program KB Dibangun Berdasarkan Sistem Kemitraan

SAAT ini, di dalam era reformasi serta semakin dikembangkannya otonomi daerah, posisi sasaran program KB telah lebih mengarah pada masyarakat yang menganut desentralisasi serta lebih demokratis. Dengan demikian, pola pembangunan masyarakatnya pun menjadi sangat berbeda. Apabila sebelumnya dapat dilaksanakan dengan berorientasi pada kelembagaan tingkat pusat, maka kini pendekatannya sudah harus lebih individual serta memenuhi kaidah-kaidah masyarakat yang berlaku pada lingkungan masing-masing daerah atau kelompok masyarakat.
Di lini lapangan, pendekatan yang demikian individual sangatlah membutuhkan tenaga para petugas lapangan dan penyuluh KB (PLKB/PKB). Sementara itu, banyak tenaga PLKB/PKB yang sudah dialihtugaskan untuk menduduki jabatan lain, sehingga jumlahnya saat ini sangat kurang sekali. Dengan berkurangnya jumlah para petugas PLKB/PKB ini maka mekanisme operasional program KB ditingkat lini lapangan boleh dikata ‘mati suri’ apabila tidak ingin disebut berhenti. Hal ini disebabkan karena aktivitas para volunteer (relawan) yang dikenal dengan sebutan PPKBD, para sub PPKBD serta para kader di pedesaan sangatlah bergantung pada kontinuitas motivasi yang diberikan oleh para PLKB/PKB tersebut.
Dengan pola pendekatan kepada masyarakat yang sudah berubah tersebut, serta semakin berkurangnya petugas lini lapangan baik yang formal maupun informal, maka semakin disadari bahwa dalam pelaksanaan program KB, BKKBN tidak dapat bekerja sendiri. Dengan demikian, pola pelayanan di lapangan haruslah lebih banyak melibatkan berbagai sector dan program lain, serta LSOM maupun organisasi-organisasi profesi. Organisasi profesi dimaksud bukan saja organisasi profesi yang hanya terkait dengan masalah kontrasepsi, akana tetapi berkaitan pula dengan berbagai segi karena sasaran penggarapan program KB bukan hanya terfokus pada masalah penggunaan kontrasepsi saja, sebagaimana yang banyak diperkirakan.
Di dalam program KB ada beberapa sasaran, yaitu;
1. Pencapaian peserta KB baru
2. Pembinaan peserta KB agar tetap menggunakan kontrasepsinya
3. Mendorong peserta KB agar menjadikan kesertaanya ber-KB sebagai perilaku atau kebiasaan sehari-hari, sebagaimana orang mandi atau gosok gigi
4. Bagi yang telah menjadikannya sebagai perilaku kemudian diarahkan agar dapat menjadikannya sebagai kebutuhan hidup atau budaya hidup yang sudah harus berlangsung dengan sendirinya sebagai suatu mekanisme. Budaya hidup ini sebagai contohnya yaitu saling menghormati, terutama menghormati orang tua, memperoleh informasi, memperoleh pendidikan formal ataupun informal dan lain sebagainya.
Tampak jelas di sini bahwa pelayanan dalam program KB bukan hanya pelayanan kontrasepsi saja, tetapi yang tidak kurang pentingnya adalah pelayanan advokasi dan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi). Bahkan pelayanan ini boleh dikatakan harus tetap ada selamanya. Karenanya, justru di dalam pelayanan advokasi dan KIE ini sangat dibutuhkan partisipasi dari berbagai profesi di masyarakat. Misalnya para artis, para ahli komunikasi, para ahli demografi, para sosiolog, para wartawan dan banyak lagi dari berbagai disiplin ilmu lainnya. Dan tentu saja, tidak ketinggalan pula para tokoh masyarakat dan tokoh agama yang sangat disegani oleh masyarakat.
Sekali lagi kerjasama yang sebaik-baiknya dengan semua mitra kerja adalah merupakan kunvi keberhasilan yang utama. Tanpa kerja sama yang telah dibangun dengan sangat baik sampai saat ini, BKKBN bukan apa-apa.*
(Pustaka)

Selasa, 28 Desember 2010

Dipigawe Sorangan

RANGGEUYAN MUTIARA

HIJI peuting, Khalifah Umar bin Abdul Aziz kadatangan semah. Eta semah taya lian ti dulurna sorangan. Harita teh, Khalifah keur nulis, jeung kabeneran lampu nu nyaanganana rek pareum, sigana mah minyakna beak.
     "Keun ku abdi we atuh urang eusian deui minyakna," cek eta semah.
     "Moal jadi hiji kamulyaan atuh ngaranna lamun kuring nitah semah mah," tembal Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
     "Mun kitu mah urang calukan abid atuh?" semah teh nyarita deui.
     "Ulah, asa kakara rareureuh maranehna teh," pokna deui.
     Saterusna Khalifah Umar amitan heula ka jero. Anjeunna nyicikeun minyak kana lampu nu meh pareum tea. Lampu nu meh pareum tadi teh basa dibawa deui kaluar caang ngempray.
     "Anjeun nyalira nu midamel eta padamelan, ya Amirul Mu'minin?" cek semah nanya.
     "Kuring ngeusian minyak kana lampu sarta ngahurungkeunana deui, taya nu bakal robah. Kuring tetep Umar, teu kurang saeutik oge. Sahade-hadena manusa teh nyaeta nu mibanda sikep handap asor di payuneun Gusti Alloh."
Tesaf (Glr/1 Okt 2006)

Minggu, 26 Desember 2010

Foto Kegiatan KB Gratis di Lap. Tegallega Bandung

Suasana di stand BKKBN Prov. Jabar dina kagiatan KB Gratis di lapangan Tegallega Bandung (5/12/2010) 

Plt Kasi Advokasi Drs. Wawan Ridwan (kenca)  & Sekretaris BKBBN Jabar Drs. Saprudin Hidayat dina kagiatan KB Gratis (5/12/2010)

Drs. S. Teguh Santoso Kabid Pengendalian KS-PK (katuhu) jeung Sekretaris BKKBN Jabar Drs. Saprudin Hidayat (kadua ti kenca) di stand BKKBN Prov. Jabar dina kagiatan KB Gratis (5/12/2010)

Drs. Saprudin Hidayat,  Drs S Teguh S (tengah), jeung Drs. Toni salasaurang staf Advokasi di stand BKKBN Prov. Jabar dina kagiatan KB Gratis (5/12/2010)

Ketua TP PKK Jabar, Hj. Netty Prasetiyani SS, MSi Nampa Anugrah Manggala Karya Kencana dina Harganas XVII

Dina acara puncak Hari Keluarga Nasional (Harganas) XVII jeung Bulan Bakti Gotong Royong Masyarakat (BBGRM) VII nu lumangsung di Kota Palu, Sulawesi Tengah (20/7), sababaraha tokoh jeung pimpinan Jawa Barat nampa anugerah Satyalencana Wira Karya (SWK), Manggala Karya Kencana (MKK), jeung Wira Karya Kencana (WKK). Ieu panghargaan SWK, MKK jeung WKK teh mangrupa hiji panghargaan ka tokoh jeung pimpinan daerah nu geus bisa ngokolakeun jeung ngajalankeun program Keluarga Berencana kalawan nyugemakeun hasilna sakumaha nu dipiharep.
     Nurutkeun Kepala Bidang Keluarga Sejahtera–Pemberdayaan Keluarga (KS-PK) Drs. S. Teguh Santoso, penghargaan Satyalencana Wira Karya (SWK) ti Presiden Susilo Bambang Yudoyono sarta dipasrahkeun ku Wakil Presiden Boedino ditarima ku Bupati Cianjur Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, M.M; Walikota Banjar Dr.dr.H. Herman Sutrisno, M.M; Walikota Sukabumi H. Mokh Muslikh Abdussyyukur, S.H.,M.Si.; Ketua TP PKK Kab. Cirebon Hj. Sri Heviyana Dedi Supardi, Ketua TP PKK Kab. Bandung Hj. Iyan Obar Sobarna, Ketua TP PKK Kota Bandung Hj. Nani Dada Rosada jeung Ketua TP PKK Kota Bogor Hj. Fauziah Diani Budiarto, M.Si.
     Pikeun panghargaan Manggala Karya Kencana (MKK) dipasrahkeun ka Hj. Netty Prasetiyani SS, M.Si salaku Ketua TP PKK Prov. Jabar; Hj. Elin Abubakar Ketua TP PKK Kab. Bandung Barat; Hj. Rosye Sayrif Hidayat Ketua TP PKK Kota Tasikmalaya jeung ka Hj. Sumiyati Mochtar Mohamad Ketua TP PKK Kota Bekasi.
     Nu leuwih istimewa nurutkeun S. Teguh Santoso, salasaurang tokoh nu salila ieu terus ngabewarakeun kumaha pentingna Program KB liwat tulisan jeung kritik nyaeta H. Soeroso Dasar, SE, MBA salaku Ketua Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Prov. Jabar narima panghargaan Wira Karya Kencana (WKK).
     “Alhamdulillah, ari soson-soson jeung terus usaha ngokolakeun jeung ngajalankeun program Keluarga Berencana kalawan bener-bener tur didukung ku perangkat nu aya di daerahna sewang-sewangan mah geuning dina puncak Hari Keluarga Nasional (Harganas) XVII di Palu, Sulawesi Tengah sababaraha tokoh jeung pimpinan daerah nu aya di Jawa Barat narima panghargaan Satyalencana Wira Karya (SWK), Manggala Karya Kencana (MKK), jeung Wira Karya Kencana (WKK) ti Presiden jeung ti BKKBN Pusat,” pokna.*
Tesaf

Kota Bekasi Jadi Puseur Kagiatan Harganas XVII & BBGRM VII Tingkat Jawa Barat

     Sabada sistem desentralisasi disahkeun, pengelolaan program KB jadi bagean otonomi pamarentah daerah sakumaha Kepres No. 103 taun 2001. Hasil jeung henteuna program KB sacara nasional gumantung pisan kana sukses henteuna pengelolaan program jeung kelembagaan KB di kabupaten/kota. Kota Bekasi mangrupa salasahiji daerah nu kawilang nyugemakeun dina hal prestasi pengelolaan program KB di taun 2010. Sabaraha prestasi boh di tingkat Nasional boh di tingkat Jawa Barat geus kacangking ku Kota Bekasi, antarana, Juara Harapan Tk. Jabar Lomba Lingkungan Bersih & Sehat (LBS) jeung Juara Harapan II Tk Jabar Lomba Perilaku Hidup Bersih & Sehat (PHBS) ku TP PKK Kel. Mustika Sari Kec. Mustika Jaya, Kategori Kota; Juara Terbaik II Nasional Lomba Pengelola Kelompok Usaha Peningkatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) sarta  Juara Terbaik III Nasional Lomba Kader Bina Keluarga Balita (BKB), Juara I Akseptor Lestari Teladan Tk. Jabar, Kader Bina Keluarga Balita (BKB) Terbaik Tk.Jabar dina Harganas XVI. Lian ti eta dina hal pencapaian peserta KB ge Kota Bekasi hasilnya nyugemakeun. Taun 2009 target peserta KB anyar ngahontal 61.589 urang atawa 102,47% tina target. Tingkat kesertaan nu milu KB tina total jumlah pasangan usia subur (PUS) nyaeta 404.916 PUS nu jadi peserta KB aktip (PA) ngahontal 305.263 akseptor (75,39%), sarta peserta KB Aktip Mandiri ngahontal 188.077 akseptor (59,97%).
     Anyar keneh, Ketua TP PKK Kota Bekasi Hj. Sumiyati Mochtar Mohamad nampa panghargaan Manggala Karya Kencana (MKK) dina puncak kagiatan Harganas XVII & BBGRM Tingkat Nasional di Kota Palu, Sulawesi Tengah.
     Ku prestasi nu sakitu nyugemakeun dina pengelolaan program KB, Kota Bekasi di taun 2010 ieu ditunjuk jadi tempat lumangsungna kagiatan peringatan Harganas XVII & BBGRM VII Tingkat Jabar.*
Tesaf

Program KB Kudu Terus Dihangkeutkeun


-Dok Tesaf
Gubernur Jabar Ahmad Heryawan
katut Ibu Ketua TPPKK Jabar Hj. Netty Prasetiyani SS, M.Si.
dina acara halal bihalal di Kantor BKKBN Jabar.
MEH unggal taun isu strategis ngeunaan kapendudukan di Jawa Barat moal leupas tina nu ngaranna jumlah penduduk nu sacara kuantitas loba, LPP kawilang luhur, TFR luhur jeung usia kawin munggaran awewe nu kawilang ngora keneh antara umur 18 taunan.
     KB teh mangrupa parobahan cara pandang ngeunaan kahirupan. Nya ieu pisan nu kawilang hese dina ngembangkeun program Keluarga Berencana teh, sakumaha nu ditepikeun ku Ketua IPKB Jabar Soeroso Dasar. Lain panglayan atawa nu lainna, nu kawilang strategis nya KIE, pokna. Puluhan taun program KB aya, tapi ngarobah cara pandang ngeunaan kahirupan kulawarga leutik nu sejahtera, hasilna masih tacan nyugemakeun. Hasil henteuna program KB, nurutkeun anjeunna koncina nyaeta kumaha ngarobah cara pandang ngeunaan KB ieu. Kumaha KB bisa jadi kareueus, mibanda norma, nilai, ruh jeung mangrupa kabutuh urang, lain mangrupa paksaan.
     Kukituna program KB hususna di Jabar kudu terus dihangkeutkeun, sakumaha nu ditepikeun ku Kabid KS-PK Jabar, Drs. S. Teguh Santoso dina acara halal bihalal BKKBN Jabar nu lumangsung sawatara waktu kaliwat di pakarangan Kantor Kanwil BKKBN Jabar. Sabab, salila kurang leuwih 40 taunan program KB di Indonesia tetela geus hasil nyegah 100 juta kalahiran penduduk, mun diitung dikana rupiahkeun moal kurang ti 128 triliun rupia nu geus bisa dihemat tina suksesna program KB ieu teh, pokna.
     Acara Halal Bihalal ieu lian ti diluuhan ku para pinisepuh jeung jajaran pimpinan jeung staf BKKBN Kab/Kota Sa Jabar boh nu geus pangsiun boh nu masih aktif, oge diluuhan ku Gubernur Jabar Ahmad Heryawan katut Ketua TPPKK Jabar Ibu Hj. Netty Prasetiyani SS, M.Si.. Lian ti acarana mangrupa acara silaturahmi, halal bihalal ieu ge dieusi ku acara hiburan nyaeta lomba antar bidang dina nepikeun program KB ngaliwatan seni lagu nu dipiluan ku 9 bidang nu aya di lingkungan BKKBN Jabar. Nu kabiruyungan jadi juarana nyaeta ti Bidang IKAP jeung juara kaduana ti Bidang KS.
     “Mudah-mudahan ieu acara bisa jadi sarana silaturahmi pikeun karyawan dilingkungan BKKBN sarta bisa jadi motivasi pikeun terus ngahangkeutkeun program KB hususna di Jabar umumna di Indonesia dina ngawujudkeun kulawarga leutik sajahtera sakumaha nu dipiharep,” ceuk S. Teguh Santoso.*
Tesaf

Rabu, 22 Desember 2010

Drs. S. Teguh Santoso, Kabid KS-PK BKKBN Jabar: “Pelayanan KB Gratis Kudu Terus Dihangkeutkeun”

      Meh unggal waktu di sabudeureun Lapangan Tegallega hususna di Monumen BLA teu weleh rame. Komo deui dina poe Minggu mah, lian ti sok dipake kagiatan olahraga oge sok dipake kagiatan-kagiatan hiburan. Saperti dina tanggal 5 Desember kamari, di ieu tempat aya kagiatan "Konser Amal Solusi Persaudaraan untuk Indonesia Makin Mantap". Dina eta kasempetan, BKKBN Jabar gawe bareng jeung hiji radio swasta nu aya di Bandung ngayakeun kagiatan pelayanan  KB Gratis pikeun masarakat.
     Nurutkeun Kabid Pengendalian KS-PK BKKBN Jabar, Drs. S. Teguh Santoso, dina kagiatan pelayanan KB Gratis teh sababaraha personil husus katut kendaraan operasional unit pelayanan KB diterjunkeun. Tujuanana taya deui pikeun ngalayanan masarakat nu butuh pelayanan KB hususna IUD, kondom jeung suntik kalawan gratis.
     Kagiatan pelayanan KB gratis teh tetela meunang pangbagea nu hade ti masarakat. Ti mimiti dibuka stand pelayanan KB, masarakat geus ngagimbung minuhan stand tempat pelayanan KB Gratis. Lian ti hayang konsultasi oge maranehna teh hayang leuwih apal ngeunaan program KB leuwih jero.
     "Alhamdulillah najan ukur sababaraha jam kagiatan pelayanan KB Gratis teh, ti tabuh salapan nepi ka tabuh hiji beurang, tapi pangbagea ti masarakat kawilang nyugemakeun," cek Teguh Santoso.
     Masih cek Teguh Santoso, ka hareupna dipiharep  kagiatan pelayanan KB gratis bisa terus dihangkeutkeun.   Dimana aya kagiatan nu ngalibatkeun masarakat umum pelayanan KB Gratis kudu aya.
     Eta kahayang teh tetela diaminan ku sababaraha peserta pelayanan KB Gratis basa ditanya kumaha harepan kahareupna. Sabab ku ayana ieu kagiatan, ceuk maranehna saeutikna bisa ngurangan beban biaya lamun kudu indit ka dokter atawa ka bidan bari mayar biaya pelayanan KBna.*
Tesaf

Nu Teu Katingali

RANGGEUYAN MUTIARA

     DINA hiji waktu disarengan ku parasahabatna, Kangjeng Nabi Muhammad Saw anjog ka hiji tempat di padang pasir. Di eta tempat teh saeutik ge teu katingali aya tatangkalan. Nu katingali teh amparan keusik we nu kacida legana. Sanggeus reureuh, Kangjeng Nabi Muhammad sasauran ka parasahabatna, butuh ku sabangsaning regang pisuluheun.
     "Urang teh butuh ku kayu pikeun nyieun seuneu," saur Kangjeng Nabi ka parasahabatna.
     "Tangtos we atuh ya Jungjungan. Nanging, rupina mah urang moal mendakan di dieu mah," walon parasahabat.
     "Nu penting mah urang ihtiar heula, memeh pegat pangharepan," saur Kangjeng Nabi deui.
     Sanggeus meunang parentah kitu mah, sarerea mencar ka unggal madhab pikeun neangan pisuluheun tea. Kalawan taliti parasahabat teh ngimeutan kaayaan di sabudeureun eta tempat. Sanggeus sawatara lila teu burung oge manggihan sanajan ukur sabeungkeut leutik sewang. Tapi sanggeus dihijikeun mah nya lumayan loba oge.
     Sabada parasahabatna karumpul deui, Kangjeng Nabi Muhammad Saw pok unjukan deui, "Ari dosa nu laleutik teh sarua we jeung tumpukan regang ieu. Mimiti mah teu katingali ku panon lahir, tapi unggal hal pasti aya nu neangan jeung nu ngudag. Naon nu ku aranjeun diteangan tadi, ayeuna geus numpuk jeung katingali ku panon. Tah dosa aranjeun ge teu beda ti kitu. Hiji waktu jaga, aranjeun bakal ningali sakabeh dosa tea. Sanajan gedena ukur sagede buah jara. Nu teu katingali ku panon urang ayeuna. Sajorelat geus numpuk manggunung-gunung."
Tesaf