Selasa, 03 Mei 2011

RENUNGAN HIKMAH ;

4 Istri dalam Hidup

   Anda ingin beristeri lebih dari seorang? Atau jika anda wanita anda ingin bersuamikan lebih dari satu? Tak mungkin kan?.
   Sebenarnya kita semua sudah mempunyai 4 isteri/suami, begini ceritanya …………
   Dahulu, ada seorang pedagang kaya yang mempunyai 4 isteri.
   Dia mencintai isteri ke-4 dan menganugerahinya harta dan kesenangan, sebab ia yang tercantik di antara semua isterinya.
   Pria ini juga mencintai isterinya yang ke-3. Ia sangat bangga dengan sang isteri dan selalu berusaha untuk memperkenalkan wanita cantik ini kepada semua temannya. Namun ia juga selalu khawatir takut isterinya ini lari dengan pria lain.
   Begitu juga dengan isteri ke-2. Sang pedagang sangat menyukainya karena ia isteri yang sabar dan penuh pengertian. Ketika pedagang mendapat masalah, ia selalu minta pertimbangan isteri ke-2-nya ini, yang selalu menolong dan mendampingi sang suami melewati masa-masa sukarnya.
   Sama halnya dengan isteri yang lainnya, yang pertama pun demikian. Ia adalah pasangan yang sangat setia dan selalu membawa kebaikan bagi kehidupan keluarganya. Wanita ini yang merawat dan mengatur semua kekayaan dan bisnis sang suami. Akan tetapi, sang pedagang kurang mencintainya meski isteri pertama ini begitu sayang kepadanya.
   Suatu hari si pedagang sakit dan menyadari bahwa ia akan meninggal dunia.
   Ia meresapi semua kehidupan indahnya dan berkata dalam hati, “Saat ini aku punya 4 isteri. Namun ketika aku meninggal, aku akan sendiri. Betapa menyedihkan.”
   Lalu pedagang itu memanggil semua isterinya dan bertanya pada isteri ke-4-nya. “Engkaulah yang paling kucintai, kuberikan kau gaun dan perhiasan indah. Nah, sekarang aku akan mati. Maukah kamu mendampingi dan menemaniku?”
   Ia terdiam…. tentu saja tidak! Begitulah jawab isteri ke-4 dan pergi begitu saja tanpa berkata apa2 lagi.
   Jawaban ini sangat menyakitkan hati. Seakan2 ada pisau terhunus dan mengiris-iris hatinya. Pedagang itu sedih lalu bertanya pada isteri ke-3.
   “Aku pun mencintaimu sepenuh hati dan saat ini hidupku akan berakhir. Maukah kau ikut denganku dan menemani akhir hayatku?”
   Isterinya menjawab, “Hidup begitu indah di sini, Aku akan menikah lagi jika kau mati”.
   Bagai disambar petir di siang bolong, sang pedagang sangat terpukul dengan jawaban tsb. Badannya terasa demam. Kemudian ia memanggil isteri ke-2.
   “Aku selalu berpaling kepadamu setiap kali aku mendapat masalah dan kau selalu membantuku sepenuh hati. Kini aku memerlukan sekali bantuanmu. Kalau aku mati, maukah engkau mendampingiku?”
   Jawab sang isteri, “Maafkan aku, kali ini aku tak dapat menolongmu. Aku hanya dapat menghantarmu hingga ke liang kubur. Nanti akan kubuatkan makam yang indah untukmu.”
   Pedagang ini merasa putus asa. Dalam keadaan kecewa itu, tiba-tiba terdengar suara, “Aku akan tinggal bersamamu dan menemanimu kemana pun kau pergi. Aku tak akan meninggalkanmu, aku akan setia bersamamu.”
   Pria itu lalu menoleh ke samping, dan mendapati isteri pertamanya di sana. Ia tampak begitu kurus. Badannya seperti orang kelaparan. Merasa menyesal, sang pedagang lalu bergumam, “Kalau saja aku dapat merawatmu lebih baik saat aku mampu, tak akan kubiarkan engkau kurus seperti ini, isteriku.”

Hikmah yang bisa dipetik;:

HIDUP KITA DIWARNAI 4 ISTERI
Sesungguhnya, kita punya 4 isteri dalam hidup ini.
   Isteri ke-4 adalah TUBUH kita.
   Seberapa banyak waktu dan biaya yang kita keluarkan untuk tubuh kita supaya tampak indah dan gagah. Semua ini akan hilang dalam suatu batas waktu dan ruang. Tak ada keindahan dan kegagahan yang tersisa saat kita menghadap kepada-Nya.
  
   Isteri ke-3, STATUS SOSIAL dan KEKAYAAN.
   Saat kita meninggal, semuanya akan pergi kepada yang lain. Mereka akan berpindah dan melupakan kita yang pernah memilikinya. Sebesar apapun kedudukan kita dalam masyarakat dan sebanyak apapun harta kita, semua itu akan berpindah tangan dalam waktu sekejap ketika kita tiada.

  
   Sedangkan isteri ke-2, yakni KERABAT dan TEMAN.
   Seberapa pun dekat hubungan kita dengan mereka, kita tak akan dapat terus bersama mereka. Hanya sampai liang kuburlah mereka menemani kita.
  
   Dan sesungguhnya isteri pertama kita adalah JIWA dan AMAL KITA.
   Sebenarnya hanya jiwa dan amal kita sajalah yang mampu untuk terus setia mendampingi kemana pun kita melangkah. Hanya amallah yang mampu menolong kita di akhirat kelak.
   Jadi, selagi mampu, perlakukanlah jiwa kita dengan bijak serta jangan dan lekas malu untuk berbuat amal, memberikan pertolongan kepada sesama yang memerlukan. Betapa pun kecilnya bantuan kita, pemberian kita menjadi sangat berarti bagi mereka yang memerlukannya.
   Mari kita belajar memperlakukan jiwa kita dengan bijak.

Kamis, 10 Februari 2011

FOTO KEGIATAN JUMBARA 2011










Gubernur Jabar Ahmad Heryawan; “Masalah Kependudukan Masalah Bersama”

JAWA BARAT menurut Sensus Penduduk 2010 masih tercatat sebagai provinsi dengan populasi penduduk terpadat di Indonesia, yaitu 43 juta jiwa. Salahsatunya disebabkan oleh angka kelahiran yang cukup tinggi yaitu sekitar 20 persen dari angka kelahiran di Indonesia secara keseluruhan yang mencapai 4,5 juta bayi setiap tahun.

Kendati penduduknya terbanyak, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan berharap tidak menjadi masalah sepanjang peningkatkan jumlah penduduk tersebut bisa menjadi aset berharga.
“Bagaimana caranya penduduk yang banyak ini menjadi aset bangsa yang menghasilkan generasi penerus berkualitas dan diberdayakan, dan akhirnya bisa  menjadi aset Jawa Barat. Tentunya semua itu harus menjadi perhatian bersama karena masalah kependudukan adalah masalah bersama," katanya saat membuka Silaturahmi Jumpa Bakti Gembira (Jumbara) Petugas Lapangan Kabupaten/Kota Se-Jabar di Pangandaran, Selasa (8/2), di hadapan sebanyak 4.000 peserta dan sejumah bupati/walikota se-Jabar atau yang mewakilinya.
 
Terkait urbanisasi penduduk ke Jawa Barat, menurutnya merupakan kondisi yang tidak bisa dihindari. Namun diharapkan perpindahan penduduk tersebut tidak menjadi masalah. “Saya harap orang yang datang justru orang-orang yang berkualitas dan mampu membangun Jawa Barat,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut Gubenur juga mengatakan, bahwa peningkatan jumlah penduduk di Jawa Barat tentunya juga akan mempengaruhi beberapa persoalan seperti pangan, kesehatan, kesejahteraan, lingkungan dan yang lainnya.  Namun demikian, ia mengajak warga Jawa Barat bersiap siaga dalam menghadapi kemungkinan terburuk peningkatan jumlah penduduk yaitu dengan menyukseskan empat program besar keluarga berencana; mengatur angka kelahiran, peningkatan ketahanan keluarga, pendewasaan usia perkawinan dan peningkatan kesejahteraan keluarga. Dalam hal target akseptor KB, pencapaiannya maksimal hingga 100 persen dengan pertumbuhan angka kelahiran rata-rata sekitar 0,3 hingga 0,5 persen dari jumlah penduduk yang ada di Jawa Barat.

Dalam hal anggaran, Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan menyiapkan sebesar Rp 10 miliar untuk suksesnya program  KB. Diakhir kata sambutannya gubernur menyampaikan bahwa kedepannya, diharapkan kita mempunyai program kependudukan yang lebih baik dimana pertambahan penduduk bisa terkendali, terdidik, sehat dengan perencanaan masa depan yang baik. Sebanyak apapun pertumbuhan penduduk di Jawa Barat maka penambahan penduduk tersebut bisa menjadi aset berharga.

Tanda bunyi Sirine yang dibunyikan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengawali kegiatan Jumbara. Dilanjutkan dengan melakukan penanaman pohon di kawasan lapang baru Boulevard Pangandaran didampingi oleh Kepala BKKBN Pusat Dr dr Sugiri Syarif MPA, Kepala BKKBN Jabar Drs H Rukman H dan Bupati Ciamis Engkon Komara.

Berbagai kegiatan akan dilakukan dalam Jumbara kali ini, diantaranya penyerahan penghargaan Gubernur Jabar, Manggala Karya Kencana dan Pensi Award kepada RS Hasan Sadikin, penandatangan MoU BKKBN Prov. Jabar dengan KPP serta pemberian materi kepada para peserta. Selain membuka Rakerda Jumbara Petugas Lapangan Kabupaten/Kota Se-Jabar, Gubernur juga menyaksikan peluncuran Gerakan Untuk Memantapkan Lini Lapangan Rancage (Gumelar).*

Senin, 17 Januari 2011

Program KB Ternyata Masih Ada

ACUNGAN jempol serta decak kagum, sangat pantas dan jujur diberikan kepada BKKBN Jabar, jika harus mengomentari sepak terjang perjalanan roadshow KB KES PANTURA  yang berlangsung dari tanggal 19-23 Januari 2009. Walaupun hanya merengkuh 4 kabupaten di wilayah PANTURA, yaitu Subang, Indramayu, Cirebon dan diakhiri Pra Rekerda di Kuningan, terasa KB masih ada. Tidak begitu penting bagi penulis tentang berapa jumlah akseptor yang terjaring pada saat itu.
     Tetapi cara BKKBN ‘menghampiri’ public kembali dengan ‘meneriakkan” KB masih ada. Membuat bendera KB berkibar tinggi. Pesan komunikasi itulah sebenarnya yang harus dicatat oleh kita semua, ketika program terasa redup dan sayup-sayup. KB selama ini terasa kurang ‘menggemaskan’ untuk diangkat sebagai isu di media, hendaknya dicari format yang cerdas. Isu KB kalah dengan berita politik, musibah, ataupun kehidupan artis. Kondisi demikian hendaknya dibaca bukan sebagai hambatan, tetapi disikapi oleh semuanya sebagai tantangan. Itulah dinamika sosial yang sedang bergulir di negara kita. Prilaku yang berubah, serta sitem nilai yang hedonis mengemuka.
     Publik kerap bertanya, “Masih adakah program KB?” Bahkan aparat pemerintah sendiri merasakan gerakan program menghilang. Dulu program KB yang demikian ‘menggigit’ dan cemerlang, tiba-tiba secara perlahan tergerus. Dulu hampir setiap aparat yang ada  di tingkat desa dan kecamatan ’menikmati’ dana dari program KB. Kini terasa kering. Di mana program KB itu sekarang? Itulah kata kata sedih yang terlontar dari aparat di desa dan kecamatan. Apalagi struktur otonomi daerah, KB pun semakin kerdil. Tenggelam dengan program pembangunan lainnya. Fenomena ini bisa dimengerti, karena ketika program mendapat dukungan penuh dari badan atau organisasi kependudukan dunia, KB adalah primadona di pedesaan. Pada tahap tertentu, dimana dunia mengakui keberhasilan KB di negeri ini, bantuan itupun secara perlahan ditarik atau bisa saja dana tersebut dialihkan ke departemen lain. Sayang, kondisi tersebut kita belum siap menghadapinya. Mungkin relatif cukup lama dinamika program didukung dana maksimal berjalan. Sehingga, terpolakan setiap kegiatan harus ada dananya. Itulah yang belum bisa dihilangkan. Tetap melekat pada benak warga dan aparat. Padalah semuanya sudah berubah. KB adalah program suci untuk kemaslahatan umat manusia, seharusnya disukseskan, ada atau tidak ada dana sama sekali. Kebekuan dalam merespon program KB belakangan ini, dan minimnya dukungan dana, diterobos melalui roadshow PANTURA KB KES, setelah sebelumnya diawali roadshow di Pantai Selatan.
     Apabila keberhasilan roadshow hanya diukur melalui data data kuantitatif (seperti akseptor baru), tentulah merupakan pandangan picik dan dangkal yang harus ditinggalkan. Justru keberhasilan roadshow lebih jitu dilihat dari perubahan paradigma pandang (mainset) publik. Sistem nilai tersebut harus dibentuk dan merupakan target sasaran. Seberapa jauh ‘gempuran’ roadshow, yang  merupakan iring-iringan mobil MUPEN KB, pertemuan-pertemuan di tempat tertentu, serta pemutaran film di malam hari, “menggetarkan’ hati dan menjawab bahwa KB masih ada. Bagaimana ‘getaran KB’ masih mampu masuk ke dalam sanubari publik dan dalam relung hati yang paling dalam. Ternyata hasilnya begitu mengagumkan. Kerinduan masyarakat terhadap kampanye program KB, luar biasa. Ya, ternyata KB masih ada. Oh....KB. demikian komentar publik. Dengan sedikit kaget. Wajar, karena sudah cukup lama tidak melihat simbol-simbol KB diarak, baik di media cetak, elektronik, ataupun lainnya. Pada sisi lain, aparat di tingkat kabupaten sangat antusias menghampiri roadshow KB KES. Sejenak terlupakan masalah nomenklatur yang selama ini sebagai wacana yang diperdebatkan. KB adalah untuk semuanya, dan KB adalah milik semuanya. Demikianlah yang tergambarkan. Semangat membangkitkan program kembali menyeruak di wajah-wajah lelah PLKB, kader, ketika berbaur dengan peserta roadshow. Inilah nilai-nilai positif yang tidak bisa diukur dengan angka dan uang.
     Momentum waktu yang dipilih sangat tepat. Apabila roadshow dilakukan bulan Pebruari atau Maret, gemanya nyaris tenggelam dengan kampanye partai politik. Respon masyarakat tidak optimal, aparatpun sibuk urusan persiapan pesta demokrasi. Nuansa politik akan sangat kental, dengan jargon jargonnya. Bahkan, jangan jangan bisa dituduh mengkampanyekan salah satu partai tertentu. Inilah yang dihindari serta alasan kuat. Memilih waktu yang tepat, dana terbatas, tetapi mempunyai hasil maksimal. Secara cost benefit, pelaksanaan roadshow dapat dikatakan berhasil. Kegiatan seperti ini dengan sentuhan penyempurnaan sedikit bisa dijadikan pola untuk tingkat nasional. Ada kebersamaan di sana. Ada semangat yang mengalir di sana. Dan ada kebutuhan untuk mensukseskan program secara bersama-sama di sana. Semuanya terbangkit dan kembali terbakar semangatnya. Semua pihak tetap mengedepankan keberhasilan program KB, memberikan prioritas utama dalam proses pembangunan.
     Roadshow mengajarkan kepada kita, komunikasi dengan publik tidak harus selamanya menggunakan cara cara konvensional. Bahkan bisa jadi cara cara konvensional menjadikan publik jenuh. Begitu juga mengkomunikasikan program secara berlebihan bisa terjebak pada ’polutet communication’. Mengkomunikasikan program hendaknya disusuaikan dengan ruang dan waktu. Kecerdikan dalam memilih media komunikasi inilah yang mengantarkan roadshow KB KES relatif sukses dan berhasil mencapai sasaran. Hubungan propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa, lebur menjadi satu melalui kegiatan ini. Padahal, biasanya ’egoisme’ muncul sebagai repleksi raja raja kecil di era otonomi daerah. Kuncinya sederhana, yang penting bagaimana cara kita menghampiri mereka dengan simpatik. Bukan mengajari dan menggurui, bahkan sebaliknya BKKBN tidak tampil, tidak perlu duduk di atas panggung, tidak perlu bicara. BKKBN hanya mensupport, mendorong, membuat simulasi kegiatan. Biarlah mreka yang diatas panggung, para bupati, SKPD, LSM atau apalah namanya. Ini baru namanya program semakin maju, dan program sudah diserahkan kepada masyarakat. Bukankah begitu salah satu indikator pelembagaan program? Kalau BKKBN masih di depan, duduk di panggung, rasanya bukan saatnya lagi.
     Mengajak orang ikut program KB memang tidaklah gampang. Karena kita sudah masuk dalam wilayah hak asasi manusia. Ikut atau tidak ikut KB, adalah hak asasi. Belakangan, persoalan hak asasi terasa nyaring dikumandangkan. Pemangku program cerdas dan arif dalam mengkomunikasikan program. Sisi yang aman dan akomodatif, serta berpikir akan dampak program untuk jangka panjang menjadi prioritas. Perlu diingat, dalam teori komunikasi, ada tingkatannya. Mulai dari tingkatan memberitahukan, membujuk, serta mengingatkan. KB yang programnya sudah cukup lama, sampai pada tahapan mengingatkan. Walaupun bagi segmen tertenu masih harus berada dalam tahap pemberitahuan. Itulah Indonesia, aneh dan penuh dengan keberagaman.*
(Bunga Rampai, Program KB di Tengah Gempitanya Perubahan; Soeroso Dasar)

Minggu, 09 Januari 2011

KB Bukan Anak Tiri

RESPON setiap Kabupaten/Kota untuk mengembangkan program Kependudukan/KB tidaklah sama. Semuanya sangat tergantung dari dinamika daerah itu sendiri. Dukungan dan penolakan secara terbuka maupun sayup-sayup terlihat dengan kasat mata. Banyak alasan serta pertimbangan kenapa manajemen Kabupaten/Kota melakukan demikian. Salah satunya karena pemahanan tentang betapa pentingnya program diapreasiasi berbeda. Mengutip ucapan Direktur Advokasi Rukman, apabila KB gagal tidak ada jembatan yang runtuh. Sindiran ini sangat ‘ menggigit’ bagi mereka yang mengerti dan sayang terhadap Republik tercinta ini. Tetapi dengan gagalnya program KB, penduduk negri bisa bertambah lebih dari 30 juta dalam beberapa tahun lagi. Sebuah ancaman besar bagi proses pembangunan bangsa. Pola pikir dalam jangka panjang seperti ini inheren harus ada di dalam pemikiran manajemen Kabupaten/Kota. Masalah peningkatan kesehatan, pendidikan yang hari ke hari belakangan keras diteriakkan, bagus. Tetapi harus diingat, semuanya berinduk dari tumbuhnya penduduk yang belum terkendali. Seorang pejabat eselon 2 di salah satu kabupaten yang dilewati roadshow mengatakan, “kalau 20 persen untuk pendidikan, bagaimana jalan yang rusak? Tetap saja pembangunan pisik menjadi primadona". Jadi, ‘human investmen’ bukan ukuran kemakmuran. Kemakmuran tampaknya mempunyai indikator seperti  jalan licin, mal, dan atribut modern lainnya. Maka tidak heran kalau KB dalam nomenklaturnya di kabupaten kota, seperti ‘anak tiri’. Di mana stigma sudah membekas, bahwa anak tiri pantasnya diabaikan saja.
     Pihak masyarakatpun demikian, selalu melihat akibat bukan sebab. Seorang teman yang menjadi mahaguru di Unpad pernah menyindir, negeri ini pejabat daerahnya hanya bekerja 2 tahun saja. Tahun pertama adaptasi dan belajar, tahun kedua dan ketiga bekerja, sedangkan tahun keempat dan kelima, cari bekal atau sibuk manuver agar terpilih lagi. Kembali kepada masalah KB yang programnya sudah cukup lama, seharusnya sudah ‘terbang jauh’ ke awan. Inilah persoalan besar yang harus dibedah kenapa mimpi tersebut belum berhasil semuanya. Akar permasalahnya apakah terletak di persoalan culture, manajemen, dana atau apa. Tanpa mampu mengidentifikasi akar permasalahan, yang terjadi adalah ‘tambal sulam’. Padaahal, ‘serdadu’ ujung tombak yang selama ini dipersiapkan oleh BKKBN cukup baik. Lihat, data di daerah pedesaaan, BKKBN ‘tampil beda’ dengan survey atau kajian instansi lain. Walaupun beda, akurasinya sering dirujuk oleh peneliti dan ilmuwan  karena lebih bisa dipertanggungjawabkan. Data yang dimunculkan BKKBN, tau formatnya, siapa yang mengerjakan, dan kapan dikerjakannya. Maaf tidak bermaksud menyudutkan instansi, data lain yang terkadang bisa mengundang ‘bias’ untuk digunakan sebagai bahan analisis.
     Mobilitas tinggi dari SDM yang menjadi ‘ujung tombak’ BKKBN selama di lapangan (pengawas PLKB dan PLKB) demikian pesat. Hendaknya fenomena tersebut juga dilihat dari sisi positifnya. Hal ini tidak bisa dijadikan suatu alas an untuk ‘mencari kambing hitam’, bahwa mobilitas itu sebagai salah satu dilemma. Dinamika pembangunan yang terjadi mengharuskan mobilitas yang tinggi. Beberapa aspek perlu dipikirkan adalah karier PLKB dan tingkat kejenuhan sebagai manusia biasa. Bisa jadi pengganti PLKB yang baru penuh dinamika dan menjadi tantangan pekerjaan lapangan tersebut? Menarik dicermati, kemajuan pesat program belakangan, justru terjadi katika otonomi daerah berlangsung. Maka, menunjuk otonomi daerah salahs atu penghambat adalah tidak bijaksana. Awalnya memang ada sedikit ‘kegamangan’ Kabupaten/Kota tentan gprogram, namun belakangan sudah mencair. Walaupun proram terus bergulir, sisi lain ancaman pertumbuhan penduduk semakin ganas. Mengingat strukturnya memungkin, peluang dari ‘luar’ BKKBN bisa saja muncul secara tiba tiba mengelola KB sebagai manajemen atau jung tombak di lapangan. Bila demiiian, format pelatihan menjadi penting untuk mengisi ‘ilmu KB/Kependudukan’ yang lebih luas bagi ‘pemain-pemain baru’ tersebut. Pola-pola pendekatan dan komunikasi tentang kependudukan/KB harus semakin intens disosialisasikan. Karena KB mengurus manusia, dia tumbuh dinamis, dengan konsepnya sarat dinamika. Menariknya bila kita teropong dalam proses bongkar pasang manajemen SDM yang menangani persoalan KB/Kependudukan adalah apabila orang dari luar BKKBN mampu mengendalikan program dengan baik, bahkan bisa saja lebih baik dari ex BKKBN sendiri, ini suatu kemajuan besar. Kita harus jujur menilainya. Semuanya sudah berubah, program tidak bisa ‘dipeluk’ sendiri oleh BKKBN dalam arti yang luas. Itulah dia roh dinamika pembangunan, dimana ilmu social sudah mengingatkan bahwa dinamika kehidupan terus berputar dan berproses.
     Perjalanan yang meletihkan karena jalan penuh lobang di daerah Indramayu, ada segumpal harapan tentang kemajuan program KB. Ya, KB memang masih ada. Jangan dilihat dari berapa besar biaya yang dikeluarkan. Tetapi bagaimana pandangan masyarakat kembali diingatkan tentang program KB. Ketika mobil mupen dari seluruh kabupaten berbaris, terasa kekuatan lebih bersinergis. Ada magnit muncul dari iring-iringan  mobil yang mengikuti roadshow PANTURA. Tidak sendiri, ada kebersamaan di sana. Ini suatu yang mahal sekali. Karena, dengan kebersamaan semua permasalahan besar dapat dikendalikan dan diselesaikan. Tidak ada yang terdepan, dan tidak ada yang lebih hebat. Seorang wartawan, siap duduk di atas kap mobil untuk mengambil gambar terbaik sambil mobil berjalan. Seorang wartawan mengangkat peralatan advokasi, guna penyampaian film,  seorang ibu PKK membagikan makanan dan minuman khas daerahnya. Seorang kader yang cukup umur menyapa iringan mbol dengna penuh semangat. Semuanya turun bersama mensukseskan kegiatan roadshow PANTURA. Roadshow dijadikan ‘perekat’ kebersamaan. Walaupun masih ada beberapa pandangan dan sikap individu yang ingin menonjol. Sebagai manusia, wajar saja bila suaut ketika ingin lebih menonjol dari yang lain. Pengabdian suatu program haruslah tidak diukur dengan uang, penghargaan, penghormata. Tetapi pengabdian untuk pembangunan, terukur dari hati nurani agar menjadi manusia terbaik. Manusia seperti inilah sebenarnya yang mengibarkan panji panji pembangunan tanpa reserve. Rasulullah SAW pernah bersabda ‘kebinasaan umatku ada dalam 2 hal, pertama meninggalkan ilmu dan yang kedua mengumpulkan harta.’ Merujuk pada pernyataan Rasulullah SAW, roadshow PANTURA hendaknya dijadikan pelajaran berharga dalam menangkap aspirasi masyarakat tentang program KB. Kondisi lapangan berbeda, diserap dari kunjungan melalui roadshow, merupakan catatan sendiri disudut relung hati yang paling dalam. Pelajaran berharga, ketika kita memperoleh informasi dari tangan pertama langsung, tanpa terjadi bias. Ataupun informasi program kita lihat sendiri, tanpa ada seleksi ataupun editing yang bisa saja hanya menonjolkan sisi keberhasilan. Inilah pelajaran berharga dari kunjungan darah. Tinggalkan acara formal dan resmi, berbaur dengan public dan dengar secara seksama apa yang diinginkannya. Observasi dan komunikasi demikian bisa memperoleh data yang valid.
     Melihat data data yang ada di BKKBN, sebenarnya persoalan KB dan kependudukan di Jabar, terkunci pada dua masalah besar. Pertama, usia kawin muda harus ditekan. Kedua tingkat migrasi yang relative tinggi. Di beberapa daerah (misalnya Kuningan), masyarakatnya mempunyai kemampuan ekonomi ‘terlalu cepat’, membuat usia kawin relative muda relative tinggi. Kuningan pada umumnya mencari nafkah di kota kota besar. Bergerak di sector UKM perdagangan memang berhasil. Tidak ada yang salah bila masyarakat Kuningan ‘terlalu cepat’ mandiri secara ekonomi. Yang perlu dibenahi adalah bagaimana caranya di satu sisi secara ekonomi relative mapan, tetapi usia perkawinan tidak terlalu muda. Secara psikologis suami istri yang terpisah kota, bila terjadi kebersamaan peluang menambah keturunan relative besar. Cirebon yang merupakan simpul ekonomi di kawasan Ciayumajakuning, mengundang dan mempunyai daya tarik ekonomi tinggi. Ini adalah harga yang harus dibayar dari suatu proses pembangunan. Kawasan Cirebon mempunyai daya tarik bagi daerah di Jawa Tengah yang berdekatan dengannya. Pada umumnya migran tersebut di usia produktif, yang merupakan sasaran bidik program. Belum ada kajian jauh, bagaimana prilaku para migran terhadap program KB/kependudukan di Jawa Barat.
     Gebyar roadshow yang dilakukan di pantai PANTURA berjalan secara baik dan relatif cukup berhasil. Perlu dipikirkan ke depan adalah masalah masalah yang lebih strategis terjadi di daerah daerah dilalui. Mungkin perlu juga ada semacam ’diskusi kecil’ disetiap daerah yang dilewati, untuk menjaring permasalahan yang ada. Seremonial yang dilakukan guna memberitahukan KB masih ada...tidaklah salah. Tetapi kalau menggali permasalahan lebih jauh, serta mencari solusinya tentu akan lebih bermanfaat. Apabila roadshow PANTURA dilakukan sekaligus dengan kegiatan diskusi yang sedikit berbau akademi, tampaknya pihak BKKBN terkendala dengan SDM yang ada dan waktu. Kedepan bisa saja hal demikian disetting lebih awal, dengan melibatkan Pemda Jawa Barat. Apakah dilaksanakan di malam hari atau dicari waktu luang. Memang, idealnya satu kabupaten/kota waktu roadshow dilakukan selama paling tidak 2 (dua) hari. Untuk suatu langkah awal, roadshow PANTURA cukup baik dan sukses. Perbaikan demi perbaikan harus dilakukan terus guna memperoleh hasil maksimal. Sebaliknya Pemda Jawa Barat memberikan perhatian lebih dalam segalanya, karena pada akhirnya program KB bermanfaat bagi pembangunan Jawa Barat.
     Energi yang dikeluarkan untuk roadshow PANTURA memang ’luar biasa’. Tetapi hasil yang diperoleh dalam kacamata penulis adalah ’sangat luar biasa’. Persoalan lapangan, BKKBN jagonya. Itu sudah terbukti dan teruji. Tetapi seperti yang penulis sebutkan dimuka, seberapa jauh efek multiplier dari program mampu diukur. Seberapa jauh KB sudah mampu ’dilepas’, sehingga yang berdiri terdepan dan berbaris untuk mensukseskan program bukan BKKBN? Apakah sudah waktunya BKKBN mundur secara perlahan, dan duduk manis dibelakang meja merancang bersama Bapeda membuat strategi? Sayangnya, pihak yang herus menerima pelaksanaan program ’belum maksimal’. Jadilah BKKBN turun lagi dan ’menggedor’ bahwa program KB masih ada.*
(Bunga Rampai, Program KB di Tengah Gempitanya Perubahan; Soeroso Dasar)

Selasa, 04 Januari 2011

Bedana Harta jeung Elmu

HIJI waktos Kangjeng Nabi Muhammad Saw kantos sasauran, "Kuring bisa diibaratkeun kota elmu, sedeng Ali lawang pantona." Eta kasauran ti Kangjeng Nabi Saw teh nimbulkeun hasud jeung dengki ti golongan Khawarij, nyaeta golongan nu misahkeun ti paham Sayidina Ali ra.
     Maranehna ngarasa ham ham kana kaarifan Sayidina Ali ra.  Nya ngumpulkeun sawatara kokolot ti antara maranehna, geusan nguji, naha enya Ali teh arif jeung wijaksana? Sababaraha masalah ditanyakeun ka Sayidina Ali ra. Salasauang di antarana harita nanya kieu, "He Ali, utama mana elmu jeung harta?"
     Diwaler ku Sayidina Ali ra., "Elmu leuwih utama batan harta."
     "Naon dasarna anjeun ngajawab kitu?" pokna deui.
     "Elmu teh pusaka para Nabi, sedeng harta mah pusakana Karun, Sadad, Fir'aun jeung nu sejenna," walerna deui.
     Satuluyna nu ditanyakeun ku nu kadua ge sarua kawas nu mimiti. Atuh waleren Sayidina Ali ra ge angger nu tadi keneh. "Elmu leuwih utama batan harta."
     "Naon dasar anjeun?" tanyana deui.
     "Elmu bakal ngajaga diri anjeun, ari harta mah sabalikna nya anjeun nu kudu ngajagana."
     Basa jalma nu katilu nanya, teu beda ieu ge diwaler ku Sayidina Ali ra teh teu beda ti ka nu kahiji jeung kadua ngan alesanana nu beda teh, "Harta mah mun ku anjeun ditasarruf-keun (dibikeun) bakal ngurangan, sedeng ari elmu mah anggur bakal nambahan."
     Waleran Sayidina Ali ra ngeunaan kautamaan elmu batan harta ka nu nanya kaopat beda deui, "Nu boga harta sok disebut bahil jeung 'goreng', tapi nu miboga elmu sok disebut 'kaagungan' jeung 'kamulyaan'."
     Kumaha waleran Sayidina Ali ra ka nu nanya kalima? "Nu miboga harta musuhna loba, ari miboga elmu mah sabalikna, nu loba teh babaturanana."
     Ka jalma kagenep ti kokolot golongan Khawarij teh, Sayidina Ali ngawaler kieu, "Elmu leuwih utama batan harta lantaran harta kudu dijaga sedeng elmu mah teu kudu dijaga."
     Kaarifan Sayidina Ali ra nu disebut lawang pantona elmu teh katangen oge tina waleranana ka jalma katujuh, "Elmu leuwih utama batan harta lantaran di aherat engke, nu miboga harta mah bakal dihisab sedeng jalma  nu miboga elmu bakal meunang syafa'at."
     Ditanya ngeunaan naon dasarna ngawaler elmu leuwih utama batan harta ku nu nanya kadalapan, Sayidina Ali ra ngawaler kieu, "Harta bakal ancur ku lilana jaman, tapi elmu mah moal rusak, moal musnah sanajan sakumaha lilana oge."
     Beda deui waleran ka jalma kasalapan mah, "Harta bakal ngajadikeun hate hiji jalma jadi teuas, sedeng elmu malah bakal ngajadikeun hate eta jalma teh cahayaan.'
     Kokolot nu kasapuluh ge sarua ukur jawabanana nu beda teh. Waleran Sayidina Ali ra. "Elmu leuwih utama batan harta."
     "Dasarna?"
     "Nu miboga harta bisa ngaku jadi Pangeran lantaran harta nu dipimilikna, sedeng jalma nu miboga elmu mah bakal ngaku dirina teh salaku hamba lantaran elmuna."
Semet dinya taya nu tumanya deui. Satuluyna Sayidina Ali ra. sasauran kieu, "Mun maraneh masih panasaran sual bedana harta jeung elmu, ku kuring bakal dijawab kujawaban nu beda-beda sapanjang kuring masih hirup keneh mah."
     Ku cariosan Sayidina Ali ra kitu, antukna mah eta golongan anu nguji Sayidina Ali ra teh ngaraku, tetela Sayidina Ali ra teh bener-bener arif tur wijaksana.***
T'saf

Implikasi KB Terhadap Pendidikan, Kesehatan dan Kesempatan Kerja

Ukuran kemakmuran suatu Negara dalam teori ekonomi adalah bagaimana Negara tersebut mampu meningkatkan income percapita masyarakatnya. Walaupun teori ini sering diperdebatkan, karena yang paling tepat adalah income perkapita yang dihubungkan dengan produktivitas percapita. Untuk meningkatkan produktivitas tersebut, input yang sangat strategis bagaimana kualitas penduduk atau SDM dapat ditingkatkan. Peningkatan SDM tidak sekedar berguna meningkatkan produktivitas saja, melainkan untuk mengejar sasaran pembangunan yang  telah ditargetkan. Maka jawaban yang paling strategis dan arif adalah guna meningkatkan pembangunan, pembenahan SDM perlu dilakukan.   Melalui jalur inilah modal manusia atau human capital dapat melanjutkan pembangunan yang lebih merata di masa mendatang. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development), tidak hanya tergantung bagaimana melola sumber daya alam yang ada, tetapi juga bagaimana melola sumber daya manusianya yang berkualitas. Pengembangan SDM berwawasan professional ternyata membutuhkan waktu dan investasi jangka panjang. Pendidikan tidak sekedar berorientasi teks book, tetapi harus berpikir kritis dan logis, dan tetap bersandar pada etika akademik.
     Belakangan ini, pendidikan merupakan suatu barang mahal. Wajib belajar yang dikumandangkan pemerintah hingga 9 (sembilan) tahun semakin menggerogoti dana yang ada. Pesan Undang-Undang Dasar, bahwa 20 persen dari anggaran pembangunan untuk pendidikan, ternyata belum mampu mengangkat persoalan rendahnya SDM kita. Pemerintah terus berkutat membagi ’kue pembangunan’ yang sedikit itu, kepada begitu banyak persoalan negeri. Sementara pada sisi lain, dana pembangunan relatif terbatas. Karena dana pembangunan  yang ada, dan berasal dari pajak serta pinjaman luar negeri, diperlukan juga untuk sektor lain yang dianggap mendesak. Inti permasalahannya tidak lain karena, besanya jumlah anak didik yang harus dibina diseluruh negeri. Dengan besarnya jumlah anak didik, implikasinya investasi dibidang pendidikan relatif tinggi. Disinilah pemerintah sulit memenuhi anggaran 20 persen dan  meningkatkan kualitas pendidikan. Amanat undang-undang tersebut baru bisa diwujudkan pada anggaran sekarang. Tarik menarik berbagai kepentingan mewarnai pembagian hasil pembangunan. Sementara itu, pihak swasta belum cukup mampu untuk terjun lebih jauh membangun masalah pendidikan. Posisi ini semakin terasa, ketika anggaran pembangunan lebih banyak dialokasikan untuk sarana yang rusak akibat bencana dan ana musibah lainnya.  Suksesnya program KB, tentu jumlah anak didik anak menurun secara signifikan, sehingga pemerintah lbeih terfokus terhadap pembangunan kualitas pendidikan di republik ini. Pernahkan kita berpikir demikian?
     Secara periodik, pertumbuhan angkatan kerja nasonal berkisar antara 3 hingga 5 persen setiap tahunnya (supply side). Sedangkan dilihat pertumbuhan ekonomi nasional setiap tahunnya, hanya sekitar 5 hingga 6 persen (demand side). Pertumbuban ekonomi nasional itu juga didorong oleh laju pertumbuhan sektor keunangan dan perbankan, yang sedikit menyerap  tenaga kerja. Menurut literatur (lyn squire), pertumbuhan kesempatan kerja sangat tergantung pada pertumbuhan output agregat dan pertumbuhan produktivitas rata-rata tenaga kerja.
     Konteks makro, ada kecenderungan ”tarik menarik” dalam upaya mencari pekerjaan di sektor tertentu. Sehingga fenomena ini membuktikan mobilitas tenaga kerja haruslah diantisipasi secara bijak. Sektor pertanian akan berbenturan dengan hukum ”low of demenishing return” yang terjadi di pedesaan. Sedangkan di daerah perkotaan akan berbenturan dengan ”involusi perkotaan”. Pada tataran mikro, perangkat yang langsung terkait dengan masalah tenaga kerja, belummenunjukkan suatu sinergi untuk pembangunan ketenagakerjaan yang bertanggungjawab. Variabel yang merupakan lingkungan psar ketenagakerjaan seperti : 1 kondisi dunia usaha, 2. pendidikan sekolah dan luar sekolah, 3. budaya masyarakat, 4. kondisi pasar global, 5. kondisi ekonomi, 6. perkembangan teknologi, dan 7. peran lembag akolektif, perlu penanganan yang koordinatif. Namun pengembangan dan pembangunan ketenagakerjaan, idealnya dilakukan melalui pendekatan dari sisi penawaran. Karena pertumbuhan penawaran tinggi, tidak mungkin proses pembangunan dapat dipacu dengan cepat akan mampu mengatasinya. Pembangunan ketenagakerjaan dari sisi penawaran, dengan menakan laju pertumbuhan angkatan kerja. Penekanan laju pertumbuhan angkatan kerja ini tentu jawabannya adalah program Keluarga Berencana (KB).
     Sisi penawaran tenaga kerja (supply side) pada dekade belakangan semakin mengkhawatirkan. Implikasinya adalah akan terjadi ekses tenaga kerja yang melebihi kapasitas yang diperlukan oleh sektor lapangan usaha. Dengan demikian, tingkat pengangguran tinggi, dampaknya akan berderet masalah sosial baru timbul. Pada konteks ini, betapa strategisnya program KB untuk menyeimbangkan antara supply side dan demand side pembangunan ketenagakerjaan.
     Tinjauan terhadap kualitas sumber daya manusia Indonesia, terutama dari aspek kesehatan, relatif masih memprihatinkan. Berdasarkan penilaian UNDP, kualitas SDM Indonesia yang diukur melalui indesk pembangunan manusia (human development index) mempunyai rangking memprihatinkan. Yakni 112 dari 175 negera di tahun 2003. dengan kaitan ini,  program KB dapat dikatakan program investasi pembangunan jangka panjang yang tidak dapat ditawar lagi. Secara nasional tahun 2015, harus tercapai NRR=1 atau setara dengan TFR=2,1. Target ini disesuaikan dengan visi keluarga  berkualitas BKKBN dan sasaran Millenium Development Goals (MDGs).
     Penduduk Indonesia yang besar, cenderung akan menghadapi persoalan kemiskinan, kekurangan gizi dan kesehatan. Anak anak didera kemiskinan, melarat karena kekurangan gizi protein pada masa pertumbuhannya menjadi fenomena memprihatinkan kita. Untuk kemiskinan, Alan Berg dalam; ’The Nutrion Factor’ menulis ’Sinar lincah karena rasa ingin tahu tidak tampak di mata kanak kanak. Mereka yang telah berumur 8 tahun. Anak anak tak bertenaga, untuk menghalau lalat yang mengerumuni koreng koreng dimukanya. Orang orang dewasa menyebrang jalan dengan gerak replek yang sangat lambat. Ibu ibu berumur, nampak seperti nenek  yang berumur lebih dari 60 tahun. Semuanya itu merupakan gambaran lumrahyang terjadi di negara berkembang.”
     Kemiskinan cenderung melemahkan kualitas hidup manusia. Rumusnya, apabila kualitas hidup turun, akan diperparah dengan besaran keluarga (family size) yang tidak terkendali. Sangat mengkhawatirkan adalah dengan mahalnya harga pangan karena krisis sedang terjadi dalam waktu cukup lama. Semakin memperburuk kualtias hidup manusia. Maka, human capital stock bangsa Indonesia, akan mewariskan manusia lemah, miskin, dan kekurangan gizi. Hal ini sangat mustahil mampu menghantarkan bangsa ke pitnu gerbang kemakmuran kelak. Kemiskinan dan kekurangan gizi terjadi saat ini, tidak mungkin dapat diabaikan begitu saja. Lingkaran tidak berujung pangkal seperti; pendapatan rendah, pangan mahal dan sulit, jumlahkeluarga besar, sempitnya kesempatan kerja, pengangguran, kemiskinan, mata rantai ini harus diputus. Salah satu cara untuk memutus mata rantai yang paling efektif dengan program Keluarga Berencana (KB).
     Keluarga kecil bahagia dan sejahtera, berkat mengikuti program KB, cenderung ketahanan hidupnya serta kesehatannya relatif meningkat. Tanda tanda klinis akan dapat dibedakan, dengan status sosial sama, keluarga kecil yang mengikuti KB dengan keluarga yang tidak mengikuti KB. Derajat kesehatannya, secara langsung akan membentuk kecerdasan seorang anak*
(Bunga Rampai, Program KB di Tengah Gempitanya Perubahan)

Duta KKB Prov. Jabar

SAWATARA waktu kaliwat, Badan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Propinsi Jawa Barat netepkeun genep pasang Duta Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) Remaja jeung Mahasiswa tingkat Prov. Jabar. Acarana lumangsung di Kota Cimahi.
        Nurutkeun Elma Triyulianti, salaku Kepala Seksi Remaja jeung Perlindungan Hak-hak Reproduksi BKKBN Jawa Barat, Pemilihan Duta KKB Remaja jeung Mahasiswa ieu the dina raraga neangan kader-kader program KB di tingkat rumaja. Lian ti mangrupa asset nu gede, rumaja the oge dina struktur kependudukan kawilang loba pisan jumlahna.
        Masih cek Elma Triyulianti,  ku ngangkat jeung netepkeun genep pasang Duta KBB ieu dipiharep sosialisasi ngeunaan keluarga berencana (KB) bisa leuwih karasa hasilna jeung angka perkawinan remaja di masarakat bisa saluyu jeung nu dipiharep ku pamarentah nyaeta dina umur 21-25 taunan. Sabab nurutkeun sumber data ti BKKBN rata-rata usia kawin rumaja di Jabar aya dina kisaran 18-19 taunan. Jeungna deui, rumaja ayeuna mah memang mikabutuh model-model nu bisa jadi panutan pikeun maranehna. Ku kituna ku ayana pamilihan duta KKB ieu dipiharep bisa jadi panutan pikeun para rumaja.*
Tesaf

Minggu, 02 Januari 2011

Conto Ahlak Mulya

ranggeuyan mutiara
DINA mangsa Imam Ali nyepeng kalungguhan khalifah, baju nu sok dipapake ka medan pangperanganana leungit. Tapi, heuleut sababaraha poe ti leungitna eta baju, baju teh keur dipapake ku saurang Nasrani.
   Teu panjang carita, eta urang Nasrani teh ku Khalifah Ali dibawa ngadep ka hakim. Anjeunna harita ngajukeun dakwaan.
   "Eta baju teh boga kuring," pokna ka hakim bari nunjuk kana baju nu keur dipake ku urang Nasrani tea.   
   "Kuring teu ngarasa geus ngajual eta baju sumawonna dihadiahkeun ka batur mah. Kari-kari eta baju aya di ieu jalma."
   Sanggeus Khalifah Ali rengse nyarita, pok hakim nanya ka urang Nasrani tea. "Khalifah geus ngadakwa, kumaha ceuk anjeun?"
   "Ieu baju lain nu sasaha, estu milik kuring," tembal si Nasrani kalawan tandes. "Lain hartina kuring nolak kana kalungguhanana jadi khalifah. Tapi teu mustahil anjeunna salah!"
   Ti dinya Hakim ngareret ka Imam Ali tuluy pok nyarita, "Anjeun geus ngadakwa manehna, tur teu diaku eta dakwaan teh. Hartina anjeun kudu mawa saksi pikeun bukti yen bener dakwaan teh."
   Diomongan kitu ku Hakim teh Khalifah Ali ukur gumujeng, teu lila pok sasauran. "Bener tah naon nu diomongkeun bieu ka kuring teh. Kuduna mah kuring teh mawa saksi, tapi kumaha atuh da kuring mah teu boga saksina ge."
   Nurutkeun hiji rumusan fiqh, geus ditetepkeun yen nu ngadakwa teh kudu boga saksi. Ku sabab kitu hakim ahirna netepkeun yen eta baju teh tetep milik si Nasrani.
   Sanggeus sidang rengse mah, eta si nasrani teh tuluy indit. Sabenerna mah manehna teh nyaho, baju saha eta teh.    Tapi sanggeus sababaraha lengkah ti tempat sidang, hate leutikna leah. Ti dinya manehna asup deui ka tempat tadi sidang. Sanggeus papahareup jeung hakim pok we manehna nyarita yen eta baju teh lain bogana, tapi nu Khalifah Ali.    Harita manehna nyarita kieu, "Cara pamarentahan jeung sikep nu dicontokeun kieu lain cara pamarentahan manusa biasa. Nu kieu mah kawasna cara pamarentahan para Nabi."
   Teu lila ti harita, si Nasrani asup Islam. Basa campuh perang Nahrawan, kalawan kaimanan nu pengkuh, manehna aya dina barisan kaom muslimin nu satia ka Imam Ali.*
T'saf

DR.Dr. Sugiri Syarief, MPA; "Konsolidasi Program KB Mutlak Perlu Pisan"


DINA FORUM pertemuan Konsolidasi Pemaduan Kebijakan Progam & Perencanaan Anggaran Pembangunan Kependudukan dan KB Nasional 2011 nu lumangsung di Bandung, ti 20-25 Juni 2010, dina biantarana nu ditepikeun ku Drs. Safrudin Hidayat, Sekretaris BKKBN Jabar, DR.Dr. Sugiri Syarief, MPA nandeskeun deui 3 arahan poko Kabijakan Pangwangunan Nasional nyaeta program pro rakyat, justice for all, jeung pencapaian MDGs. Leuwih jauh Sugiri ngajentrekeun yen dina ngarealiasikeun rencana kerja program pangwangunan kependudukan dan KB taun 2011, eta tilu hal teh kudu dijabarkeun dina wangun revitalisasi program KB jeung penyerasian kawijakan pengendalian penduduk. Dimana revitalisasi KB arahna kudu leuwih kana pembinaan tur ngaronjatna kamandirian kulawarga berencana, promosi nepi ka masarakat sadar kana pentingna program KB,ngaronjatkeun ketahanan kulawarga, pemberdayaan ekonomi kulawarga jeung ngaronjatkeun sistem informasi manajemen (SIM) nu basisna teknologi informasi. Sedeng dina hal penyerasian kawijakan pengendalian penduduk leuwih pokus kana hal peraturan perundangan ngeunaan pengendalian penduduk, parameter kependudukan nu ngawengku aspek kuantitas, kualitas jeung mobilitas serta pendidikan kependudukan ngaliwatan jalur formal jeung nonformal.
     Lian ti eta, Sugiri ge nandeskeun 12 hal poko nu kudu jadi acuan dina perencanaan program jeung anggaran tahun 2011 ieu; Kahiji, sakur kagiatan kudu boga output nu jelas, kaukur jeung bisa ditanggungjawabkeun. kadua, output nu dihasilkeun kudu sinkron jeung rencana pangwangunan daerah, katilu, sakur kagiatan nu rek dilakukeun kudu disusun kalawan cermat. Kaopat, prioritas kagiatan program KB diusahakeun leuwih ditujukeun ka kulawarga miskin; kalima, pencapaian MKJP dipiharep saluyu jeung PPM sarta kontrak kinerja masing-masing; kagenep, optimalisasi mobil unit penerangan; katujuh, optimalisasi kerjasama jeung media boh cetak boh elektronik. Kadalapan, redesign program-program KS; kasalapan, PLKB jeung kader di lapangan diperhatikeun; kasapuluh, petugas pelayanan medis KB diperhatikeun;, kasabelas, maksimalisasi pemanpaatan kualitas data boh data kependudukan, data KB,atawa data kulawarga sarta hal poko nu kaduabelas nyaeta ayana pengendalian jeung pwngawasan nu terus terusan pikeun jaminan pelaksanaan pangwangunan kependudukan jeung program KB boh di pusat boh di daerah malar saluyu jeung nu dipiharep.*
Tesaf