Selasa, 04 Januari 2011

Implikasi KB Terhadap Pendidikan, Kesehatan dan Kesempatan Kerja

Ukuran kemakmuran suatu Negara dalam teori ekonomi adalah bagaimana Negara tersebut mampu meningkatkan income percapita masyarakatnya. Walaupun teori ini sering diperdebatkan, karena yang paling tepat adalah income perkapita yang dihubungkan dengan produktivitas percapita. Untuk meningkatkan produktivitas tersebut, input yang sangat strategis bagaimana kualitas penduduk atau SDM dapat ditingkatkan. Peningkatan SDM tidak sekedar berguna meningkatkan produktivitas saja, melainkan untuk mengejar sasaran pembangunan yang  telah ditargetkan. Maka jawaban yang paling strategis dan arif adalah guna meningkatkan pembangunan, pembenahan SDM perlu dilakukan.   Melalui jalur inilah modal manusia atau human capital dapat melanjutkan pembangunan yang lebih merata di masa mendatang. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development), tidak hanya tergantung bagaimana melola sumber daya alam yang ada, tetapi juga bagaimana melola sumber daya manusianya yang berkualitas. Pengembangan SDM berwawasan professional ternyata membutuhkan waktu dan investasi jangka panjang. Pendidikan tidak sekedar berorientasi teks book, tetapi harus berpikir kritis dan logis, dan tetap bersandar pada etika akademik.
     Belakangan ini, pendidikan merupakan suatu barang mahal. Wajib belajar yang dikumandangkan pemerintah hingga 9 (sembilan) tahun semakin menggerogoti dana yang ada. Pesan Undang-Undang Dasar, bahwa 20 persen dari anggaran pembangunan untuk pendidikan, ternyata belum mampu mengangkat persoalan rendahnya SDM kita. Pemerintah terus berkutat membagi ’kue pembangunan’ yang sedikit itu, kepada begitu banyak persoalan negeri. Sementara pada sisi lain, dana pembangunan relatif terbatas. Karena dana pembangunan  yang ada, dan berasal dari pajak serta pinjaman luar negeri, diperlukan juga untuk sektor lain yang dianggap mendesak. Inti permasalahannya tidak lain karena, besanya jumlah anak didik yang harus dibina diseluruh negeri. Dengan besarnya jumlah anak didik, implikasinya investasi dibidang pendidikan relatif tinggi. Disinilah pemerintah sulit memenuhi anggaran 20 persen dan  meningkatkan kualitas pendidikan. Amanat undang-undang tersebut baru bisa diwujudkan pada anggaran sekarang. Tarik menarik berbagai kepentingan mewarnai pembagian hasil pembangunan. Sementara itu, pihak swasta belum cukup mampu untuk terjun lebih jauh membangun masalah pendidikan. Posisi ini semakin terasa, ketika anggaran pembangunan lebih banyak dialokasikan untuk sarana yang rusak akibat bencana dan ana musibah lainnya.  Suksesnya program KB, tentu jumlah anak didik anak menurun secara signifikan, sehingga pemerintah lbeih terfokus terhadap pembangunan kualitas pendidikan di republik ini. Pernahkan kita berpikir demikian?
     Secara periodik, pertumbuhan angkatan kerja nasonal berkisar antara 3 hingga 5 persen setiap tahunnya (supply side). Sedangkan dilihat pertumbuhan ekonomi nasional setiap tahunnya, hanya sekitar 5 hingga 6 persen (demand side). Pertumbuban ekonomi nasional itu juga didorong oleh laju pertumbuhan sektor keunangan dan perbankan, yang sedikit menyerap  tenaga kerja. Menurut literatur (lyn squire), pertumbuhan kesempatan kerja sangat tergantung pada pertumbuhan output agregat dan pertumbuhan produktivitas rata-rata tenaga kerja.
     Konteks makro, ada kecenderungan ”tarik menarik” dalam upaya mencari pekerjaan di sektor tertentu. Sehingga fenomena ini membuktikan mobilitas tenaga kerja haruslah diantisipasi secara bijak. Sektor pertanian akan berbenturan dengan hukum ”low of demenishing return” yang terjadi di pedesaan. Sedangkan di daerah perkotaan akan berbenturan dengan ”involusi perkotaan”. Pada tataran mikro, perangkat yang langsung terkait dengan masalah tenaga kerja, belummenunjukkan suatu sinergi untuk pembangunan ketenagakerjaan yang bertanggungjawab. Variabel yang merupakan lingkungan psar ketenagakerjaan seperti : 1 kondisi dunia usaha, 2. pendidikan sekolah dan luar sekolah, 3. budaya masyarakat, 4. kondisi pasar global, 5. kondisi ekonomi, 6. perkembangan teknologi, dan 7. peran lembag akolektif, perlu penanganan yang koordinatif. Namun pengembangan dan pembangunan ketenagakerjaan, idealnya dilakukan melalui pendekatan dari sisi penawaran. Karena pertumbuhan penawaran tinggi, tidak mungkin proses pembangunan dapat dipacu dengan cepat akan mampu mengatasinya. Pembangunan ketenagakerjaan dari sisi penawaran, dengan menakan laju pertumbuhan angkatan kerja. Penekanan laju pertumbuhan angkatan kerja ini tentu jawabannya adalah program Keluarga Berencana (KB).
     Sisi penawaran tenaga kerja (supply side) pada dekade belakangan semakin mengkhawatirkan. Implikasinya adalah akan terjadi ekses tenaga kerja yang melebihi kapasitas yang diperlukan oleh sektor lapangan usaha. Dengan demikian, tingkat pengangguran tinggi, dampaknya akan berderet masalah sosial baru timbul. Pada konteks ini, betapa strategisnya program KB untuk menyeimbangkan antara supply side dan demand side pembangunan ketenagakerjaan.
     Tinjauan terhadap kualitas sumber daya manusia Indonesia, terutama dari aspek kesehatan, relatif masih memprihatinkan. Berdasarkan penilaian UNDP, kualitas SDM Indonesia yang diukur melalui indesk pembangunan manusia (human development index) mempunyai rangking memprihatinkan. Yakni 112 dari 175 negera di tahun 2003. dengan kaitan ini,  program KB dapat dikatakan program investasi pembangunan jangka panjang yang tidak dapat ditawar lagi. Secara nasional tahun 2015, harus tercapai NRR=1 atau setara dengan TFR=2,1. Target ini disesuaikan dengan visi keluarga  berkualitas BKKBN dan sasaran Millenium Development Goals (MDGs).
     Penduduk Indonesia yang besar, cenderung akan menghadapi persoalan kemiskinan, kekurangan gizi dan kesehatan. Anak anak didera kemiskinan, melarat karena kekurangan gizi protein pada masa pertumbuhannya menjadi fenomena memprihatinkan kita. Untuk kemiskinan, Alan Berg dalam; ’The Nutrion Factor’ menulis ’Sinar lincah karena rasa ingin tahu tidak tampak di mata kanak kanak. Mereka yang telah berumur 8 tahun. Anak anak tak bertenaga, untuk menghalau lalat yang mengerumuni koreng koreng dimukanya. Orang orang dewasa menyebrang jalan dengan gerak replek yang sangat lambat. Ibu ibu berumur, nampak seperti nenek  yang berumur lebih dari 60 tahun. Semuanya itu merupakan gambaran lumrahyang terjadi di negara berkembang.”
     Kemiskinan cenderung melemahkan kualitas hidup manusia. Rumusnya, apabila kualitas hidup turun, akan diperparah dengan besaran keluarga (family size) yang tidak terkendali. Sangat mengkhawatirkan adalah dengan mahalnya harga pangan karena krisis sedang terjadi dalam waktu cukup lama. Semakin memperburuk kualtias hidup manusia. Maka, human capital stock bangsa Indonesia, akan mewariskan manusia lemah, miskin, dan kekurangan gizi. Hal ini sangat mustahil mampu menghantarkan bangsa ke pitnu gerbang kemakmuran kelak. Kemiskinan dan kekurangan gizi terjadi saat ini, tidak mungkin dapat diabaikan begitu saja. Lingkaran tidak berujung pangkal seperti; pendapatan rendah, pangan mahal dan sulit, jumlahkeluarga besar, sempitnya kesempatan kerja, pengangguran, kemiskinan, mata rantai ini harus diputus. Salah satu cara untuk memutus mata rantai yang paling efektif dengan program Keluarga Berencana (KB).
     Keluarga kecil bahagia dan sejahtera, berkat mengikuti program KB, cenderung ketahanan hidupnya serta kesehatannya relatif meningkat. Tanda tanda klinis akan dapat dibedakan, dengan status sosial sama, keluarga kecil yang mengikuti KB dengan keluarga yang tidak mengikuti KB. Derajat kesehatannya, secara langsung akan membentuk kecerdasan seorang anak*
(Bunga Rampai, Program KB di Tengah Gempitanya Perubahan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar